SOSIALISASI DAN DISKUSI RESTORATIVE JUSTICE

DISKUSI HAKIM TENTANG RESTORATIVE JUSTICE

PENGADILAN NEGERI MEUREUDU

Diskusi Restorative Justice Pengadilan Negeri Meureudu Oleh Ketua Pengadilan Negeri Meureudu Kegiatan berlangsung di ruang Rapat Ketua Pengadilan Negeri Meureudu pada hari Senin tanggal 22 pukul 09.00 WIB hingga 10.00 WIB dan diikuti oleh Seluruh Hakim.

Menurut Tony Marshall :

Restorative justice adalah proses dimana para pihak yang terlibat dalam kejahatan secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bagaimana cara menghadapi permasalahan pasca kejahatan serta akibat-akibatnya di masa depan.

Tujuan utama dari restorative justice itu sendiri adalah pencapaian keadilan yang seadil-adilnya terutama bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya, dan tidak sekedar mengedepankan penghukuman.

KARAKTERISTIK RESTORATIVE JUSTICE

Harus ada :

  1. Pengakuan atau pernyataan bersalah dari pelaku.
  2. Persetujuan dari pihak korban untuk melaksanakan penyelesaian diluar sistem peradilan pidana anak yang berlaku.
  3. Persetujuan dari kepolisian, sebagai institusi yang memiliki diskresioner, atau dari kejaksaan.
  4. Dukungan komunitas setempat untuk melaksanakan penyelesaian diluar sistem peradilan pidana anak.
  • MEKANISME RESTORATIVE JUSTICE

Adapun beberapa mekanisme yang umum diterapkan dalam Restorative justice adalah sebagai berikut :

  1. victim offender mediation (mediasi antara korban dan pelaku)
  2. conferencing (pertemuan atau diskusi)
  3. circles (bernegosiasi)
  4. victim assistance (pendampingan korban)
  5. ex-offender assistance (pendampingan mantan pelaku)
  6. restitution (ganti rugi)
  7. community service (layanan masyarakat)
  • PENDEKATAN SISTEM HUKUM

Ada 3 aspek pendekatan untuk membangun suatu sistem hukum dalam rangka modernisasi dan pembaharuan hukum, yaitu :

  1. Segi Struktur (Structure)
  2. Substansi (Substance)
  3. Budaya Hukum (Legal Culture)

Ketiga aspek tersebut kesemuanya layak berjalan secara integral, simultan dan parallel Untuk menentukan ada tidaknya kepastian hukum dan keadilan, sebagai landasan dapat ditentukan melalui formula :

  1. Nilai keadilan tidak diperoleh dari tingginya nilai kepastian hukum melainkan dari kesimbangan perlindungan hukum atas korban dan pelaku kejahatan dan
    1. Semakin serius suatu kejahatan, maka semakin besar nilai keadilan yang harus dipertahankan lebih dari nilai kepastian hukum
  • PUTUSAN PENGADILAN

Menurut Pasal 50 (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman :

“Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dam dasar-dasar putusan itu, juga memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”

Hal ini meletakkan nilai tanggung jawab hakim terhadap putusan yang dibuatnya sehingga putusan itu memenuhi tujuan hukum berupa keadilan, bahwa hakim wajib menggali nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BADAN PERADILAN UMUM MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 TANGGAL 22 DESEMBER 2020 TENTANG PEMBERLAKUAN PENERAPAN KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE)

PERINTAH KEPADA HAKIM PENGADILAN NEGERI UNTUK MELAKSANAKAN PEDOMAN PENERAPAN KEADILAN RESTORATIF

  • KEADILAN RESTORATIF PADA PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN
  • PERMA 2 Tahun 2012
  • KEADILAN RESTORATIF PADA PERKARA ANAK:
  • UUSPPA Nomor 11 Tahun 2012
  • PERMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
  • KEADILAN RESTORATIF PADA PERKARA PEREMPUAN YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
  • PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum
  • KEADILAN RESTORATIF PADA PERKARA NARKOTIKA
  • SEMA Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial
  • SEMA Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilatasi Sosial

Pendekatan hanya dapat diterapkan terhadap pecandu, penyalahguna, korban penyalahgunaan, ketergantungan narkotika dan narkotika penggunaan satu kali, dengan syarat :

  1. Pada saat tertangkap tangan ditemukan barang bukti dengan perincian sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Bersama
  2. Jaksa pada saat pelimpahan telah melampirkan hasil asesmen dari Tim Asesmen Terpadu.
  3. Bila tidak dilengkapi saat pelimpahan, maka Hakim pada saat persidangan dapat memerintahkan Jaksa untuk melampirkan hasil asesmen dari Tim Asesmen
  4. Hakim dapat memerintahkan terdakwa agar menghadirkan keluarga dan pihak terkait sebagai saksi yang meringankan dalam rangka pendekatan keadilan restorative
  5. Majelis Hakim dalam proses persidangan dapat memerintahkan agar pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika untuk melakukan pengobatan, perawatan dan pemulihan pada Lembaga rehabilitasi medis dan/atau Lembaga rehabilitasi social
  6. Pengadilan wajib menyediakan daftar Lembaga tersebut (berkoordinasi dengan BNN)

Prinsip keadilan restoratif (Restorative Justice) ini sendiri merupakan salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan. Keadilan Restoratif (Restorative Justice) sendiri merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanismenya berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog (melibatkan pelaku, korban, keluarga, pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait) untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku, dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

Adapun maksud dan tujuan diadakannya sosialisasi Restorative Justice adalah untuk mereformasi criminal justice system yang selama ini masih mengedepankan hukuman penjara. Perkembangan sistem pemidanaan bukan lagi bertumpu pada pelaku, melainkan telah mengarah pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana tersebut.

Keadilan Restoratif (Restorative Justice) merupakan salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan. Hal tersebut diatur pada SK Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 Tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di Lingkungan Peradilan Umum. Keadilan Restoratif (Restorative Justice) sendiri merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanismenya berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog (melibatkan pelaku, korban, keluarga, pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait) untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku, dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat. Adapun maksud dan tujuan diadakannya sosialisasi Restorative Justice di lingkungan Pengadilan Negeri Meureudu, adalah untuk mereformasi criminal justice system yang selama ini masih mengedepankan hukuman penjara. Perkembangan sistem pemidanaan bukan lagi bertumpu pada pelaku, melainkan telah mengarah pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana tersebut. Keadilan restoratif sebagaimana pada dasarnya adalah sebuah pendekatan hukum pidana yang memuat sejumlah nilai tradisional. Hal ini didasarkan pada dua indikator yaitu nilai-nilai yang menjadi landasannya dan mekanisme yang ditawarkannya. Hal tersebut menjadi dasar

pertimbangan mengapa keberadaan keadilan restoratif diperhitungkan kembali. Keberadaan pendekatan ini barangkali sama tuanya dengan hukum pidana itu sendiri. Sosialisasi tersebut bertujuan untuk sebuah pendekatan hukum pidana yang memuat sejumlah nilai tradisional. Selain itu Restorative Justice memberi perhatian sekaligus pada kepentingan korban kejahatan, pelaku kejahatan dan masyarakat melalui mediasi penal.

Sosialisasi ini diharapkan dapat menjadi modal penting dalam hal penerapan restorative justice di Pengadilan Negeri Meureudu, sehingga proses penegakan hukum lebih humanis dan berkeadilan bagi para pihak.